Minggu, 29 September 2013

Hubungan antara Presiden dengan DPR

Hubungan antara Presiden dengan DPR


Berdasarkan pada pasal 7C Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “ Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan rakyat.”
Presiden tidak bertanggungjawab ke-pada Dewan Perwakilan Rakyat.Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
Alur berpikir seperti terurai di atas dapatlah membantu kita untuk memahami mengapa Presiden menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) itu memiliki kekuasaan yang luar biasa besar. Hal ini dapat dimengerti, sebab Gouverneur Generaal, yang kekuasaannya ditiru oleh UUD 1945 dalam bentuk kekuasaan Presiden itu, adalah viceroy Belanda. Di tangan Gouvernuer Generaal-lah, kekuasaan tertinggi atas Hindia Belanda itu terletak. Atas dasar itulah maka dapat dimengerti bahwa Presiden menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) itu relatif omnipotent.
Di lain pihak, DPR yang merupakan turunan Volksraad-pun tidak dapat melepaskan diri dari sifat-sifat Volksraad itu sendiri. Volksraad pada masa penjajahan Belanda itu dibentuk sebagai ‘wakil’ rakyat Hindia Belanda, yang berhadapan dengan Gouverneur Generaal yang mewakili Mahkota Belanda itu. Fungsi Volksraad dengan demikian pertama-tama adalah sebagai lembaga pengawas pemerintahan kolonial Hindia Belanda, bukan sebagai lembaga legislatif. Lembaga legislatif Hindia Belanda tetaplah Gouverneur Generaal itu sendiri. Pola hubungan ini diikuti oleh UUD 1945 (sebelum amandemen). DPR pertama-tama adalah lembaga pengawas Presiden, dan bukan lembaga legislatif. Lembaga legislatif menurut UUD 1945 adalah Presiden (bersama dengan DPR).
Namun dalam Sidangnya pada tanggal 19 Oktober 1999 MPR membatasi kekuasaan Presiden, dan mengalihkan kekuasaan legislatif dari Presiden bersama DPR tersebut kepada DPR (bersama Presiden). Konstruksi konstitusional ini lebih mirip dengan konstruksi model Inggris. Kekuasaan legislatif di Inggris sepenuhnya ada di tangan Parliament, meskipun pengesahan secara nominal tetap ada di tangan Raja. Presiden dengan demikian bertindak sebagai the ‘royal’ gouvernment, dan DPR bertindak sebagai the loyal opposition.
Presiden disebut eksekutif atau bahkan eksekutif par excellence, yang berwenang menjalankan pemerintahan untuk melaksanakan tugas yang ditetapkan undang-undang. Sementara DPR disebut legislatif karena menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan.
Dalam menjalankan fungsi legislasi DPR adalah pembentukan undang- undang (lawmaker), bahkan pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang. Rancangan undang-undang (RUU) baik yang datang dari DPR maupun yang diajukan presiden dibahas bersama-sama antara DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Presiden melaksanakan APBN, DPR mengawasi pelaksanaannya. Dalam fungsi pengawasan itu DPR alat kelengkapan berupa hak interpelasi (hak mengajukan pertanyaan), hak angket (hak untuk melakukan penyelidikan), dan hak menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah yang memiliki dampak besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun terhadap dugaan bahwa presiden dan/atau wakil presiden melakukan tindak pelanggaran hukum seperti korupsi, penyuapan, dan pidana berat lain, melakukan perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Presiden tidak dapat dimakzulkan dalam masa jabatannya kecuali melanggar hal-hal yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 7A yang berbunyi: “Presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.”
DPR bisa menyatakan pendapat yang dimilikinya bahwa presiden telah melakukan pelanggaran hukum dan tindak pidana berat lain atau perbuatan tercela atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden/wakil presiden tersebut. Adapun pemeriksaan, penyelidikan, dan keputusan atas pendapat DPR tersebut menjadi wewenang sepenuhnya Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan hukum acara di sana. Bahkan lebih jauh dari itu, ketika seandainya MK telah membuktikan kebenaran pendapat DPR sekalipun dan DPR mengajukan usulan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan presiden/wakil presiden, MPR dapat saja tidak memberhentikannya. Presiden/wakil presiden masih juga diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan atas keputusan MK yang menyatakan presiden telah terbukti bersalah. Penjelasan presiden/wakil presiden tersebut toh bisa saja diterima oleh MPR. Walhasil, dalam UUD 1945 sekarang ini kedudukan presiden secara politik sangatlah kuat. Pintu pemakzulan (impeachment) memang ada, tetapi jalannya sangat panjang dan berliku serta pintunya sangat-sangat kecil. Berbeda dengan sebelum ada amendemen UUD 1945, proses pemakzulan sepenuhnya politis dan itu hanya terjadi di dalam (within) dua lembaga politik saja, yaitu DPR (ingat mekanisme jatuhnya memorandum kepada presiden jika DPR menduga presiden melanggar garis-garis besar daripada haluan Negara) dan MPR (melalui Sidang Istimewa) saja.
Sementara setelah amendemen pemakzulan presiden/wakil presiden merupakan perpaduan atau gabungan antara proses politik dan proses hukum. Pemakzulan bukan lagi hanya menjadi urusan DPR dan MPR, melainkan juga memutlakkan peran dan wewenang MK. Bahkan menurut penafsiran penulis MK-lah yang lebih menentukan secara signifikan: satu-satunya lembaga negara yang berhak memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR mengenai pelanggaran tersebut di atas itu.
Jadi dalam sistem presidensial, DPR tidak bisa menjatuhkan Presiden, kecuali Presiden sendiri yang menjatuhkan dirinya sendiri melalui tindak pelanggaran hukum, perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden/wakil presiden. Sebaliknya, presiden tidak bisa membubarkan DPR. Keduanya tidak lebih tinggi atau lebih rendah satu sama lain dan hanya bisa dibedakan dari perspektif fungsi dan kewenangannya.
Mengenai DPR diatur dalam pasal 19 – 22 UUD 1945. Susunan DPR ditetapkan dalam Undang – Undang dan DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun ( Pasal 19 ). Mengingat keanggotaan DPR merangkap keanggotaan MPR maka kedudukan Dewan ini adalah kuat dan oleh karena itu tidak dapat dibubarkan oleh Presiden yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara.


Dewan Perwakilan Rakyat

DPR memiliki kekuasaan membentuk UU ( pasal 20 ayat 1 ). Hal ini berbeda dengan UUD 1945 sebelum amandemen 2002, dimana DPR nampak lebih pasif karena sesuai dengan UUD sebelum amandemen pasal 20, DPR dapat menyetujui RUU yang diusulkan pemerintah, dan pasal 21 berhak mengajukan RUU. Menurut hasil amandemen 2002, DPR memiliki kekuasaan membentuk UU dan mempunyai hak inisiatif yaitu hak untuk mengajukan RUU ( Pasal 21 ayat 1 ).
Pasal 20 ayat (3) UUD 1945 menetapkan, bahwa jika RUU yang diajukan pemerintah tidak mendapat persetujuan DPR, maka RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR pada masa itu. Pasal 21 ayat (2) dinyatakan bahwa apabila RUU yang dikeluarkan DPR tidak disahkan Presiden, maka tidak boleh diajukan dalam persidangan DPR pada masa itu. Dalam pasal 22 UUD 1945, Perpu harus mendapat persetujuan dari DPR.
Hasil amandemen 2002 dalam Pasal 20A dicantumkan hak dan fungsi DPR secara eksplisit , yaitu :
DPR memiliki fungsi :
·         Fungsi Legislasi, yaitu fungsi membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
·         Fungsi Anggaran, yaitu fungsi menyusun dan menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan DPD
·         Fungsi Pengawasan, yaitu fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 1945, UU, dan Peraturan Pelaksanaannya.

DPR memiliki hak :
·         Interpenetrate, adalah hak DPR meminta keterangan kepada pemerintahan mengenai kebijakan pemerintahan.
·         Hak angket, adalah hak DPR melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan Peraturan Perundang – Undangan.
·         Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah.
·         Hak bertanya, yaitu hak DPR bertanya kepada Presiden secara tertulis
·         Hak meminta keterangan, yatiu hak DPR meminta keterangan kepada Presiden sekurang – kurangnya 10 anggota dan secara tertulis.
·         Hak budget, yaitu hak DPR ikut serta dalam menetapkan APBN.
·         Hak amandemen, yaitu hak DPR untuk melakukan perubahan terhadap RUU yang diajukan oleh Presiden.
·         Hak penyelidikan, yaitu hak DPR untuk menyelidiki hal – hal tertentu, minimal dilakukan oleh 20 anggota.3

Anggota DPR mempunyai hak ( Pasal 28 UU No 22 Tahun 2003 ) :
·         Mengajukan RUU
·         engajukan pertanyaan
·         Menyampaikan usul dan pendapat
·         Memilih dan dipilih
·         Membela diri
·         Imunitas
·         Protokoler
·         Keuangan dan administratif.

Dengan adanya wewenang DPR seperti diatas, maka sepanjang tahun dapat terjadi musyawarah yang teratur antara Pemerintah dengan DPR dalam menentukan kebijaksanaan dan politik pemerintah.
Dalam pembentukan UU APBN harus ada persetujuan dari DPR. Jika DPR menolak untuk memberikan persetujuannya terhadap anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu ( Pasal 23 ayat 3 ). Dalam suatu kabinet Parlementer, penolakan terhadap RAPBN dapat mengakibatkan berhentinya Menteri yang bersangkutan, bahkan juga kabinet seluruhnya. Dalam hal ini, UUD 1945 menganut sistim pemerintahan Presidensiil tidak mengakibatkan Pemerintah atau Menteri harus diberhentikan.
Untuk mencegah itu, maka UUD 1945 menetapkan anggarang tahun lalu.4Sejak berlakunya UUD 1945 hingga sekarang, baru sekali saja DPR menolak APBN yang akibatnya Presiden membubarkan DPR.5

1 komentar:

  1. Top 7 casino site - LuckyClub
    Top 7 casino site in Malaysia · Top 7 casino site in Malaysia · Top 7 casino site in Malaysia luckyclub · Top 7 casino site in Malaysia · Top 7 casino site in

    BalasHapus